Ini Cerita Singkat Gugurnya Pahlawan Kemerdekaan dari Batubara, Jijen, Kobir dan Karel

Foto: Letnan Hasby TG pahlawan pelaku sejarah yang masih hidup, tinggal di Serdang Bedagai. (inzet Bupati Batubara Ir Zahir MAP saat memberikan penghormatan dimakamkan Jijen dan Kobir di tempat pemakaman umum Desa Simpang Dolok.(ersyah.zo)
iklan

Batubara.Ersyah.com l Muhammad Jijen BIN Podung, Kobir Bin Umar dan Karel Sitohang yang gugur tanggal 14 Agustus 1947 pada agresi Belanda ke 2.

Tiga nama ini sangat berarti dihati masyarakat Batubara khususnya warga  Simpang Dolok Kecamatan Datuk Lima Puluh Kabupaten Batubara.

Betapa tidak upaya membangkitkan nasionalisme masyarakat sekaligus mengenang jasa tiga pahlawan pejuang kemerdekaan RI ini, masyarakat Desa Simpang Dolok Kecamatan Datuk Lima Puluh membuat pawai obor yang diiringi ribuan masyarakat melaksanakan upacara penghormatan di pemakaman umum tempat tiga pahlawan tersebut dikebumikan.

iklan

Salah seorang masyarakat Desa Simpang Dolok, Mustafa kepada wartawan, Minggu (18/8) menyebutkan, kegiatan ini bagian dari agenda masyarakat sebagai penghormatan kepada pejuang kemerdekaan RI.

“Kami menyebutnya malam Tanda Atau Bunyian Panggilan Prajurit (TAPTU). Ini dimulai sejak kepemimpinan desa Ahmad El, Badrul Zaman,Ok Suhemi hingga saat ini setia tanggal 16 Agustus malam tetap di selenggarakan,”katanya.

Sementara tokoh masyarakat setempat, Ok Suhemi SH menceritakan, saat itu Peltu TNI lama Hasby bin Thalib Gading, pengibar bendera pertama kali di Asahan bawah sekarang Kabupaten Batubara di Desa Simpang Dolok pada bulan Oktober 1945 pukul 15.00 WIB.

“Hasby TG seorang pahlawan pelaku sejarah yang masih hidup dan saat ini tinggal di Serdang Bedagai”,ujarnya.

Ok Suhemi, pejuang Jijen, Kobir dan Karel Sitohang gugur waktu masuk agresi ke 2 tentara Belanda kontak senjata antara Lascar RI pada 14 Agustus 1947, sekira pukul 10.00 wib.

Saat itu, tanggal 13 Agustus 1947 Komandan Lascar RI Hasby TG bin Thalib Gading mendapat laporan dari Lascar yang berada di Sungai Ular Perbaungan bahwa tentara Belanda akan melintas di Lima Puluh bersenjata lengkap dari medan menuju Kisaran naik kereta api.

Mendapat laporan itu, Lenan Hasby TG memberitahukan pada kawan-kawannya yang berkumpul di Desa Simpang Dolok, seperti, Bachtiar Uteh, Biruddin Ahmad Bari, Itam Parto, M Yusuf, Ahmad Anwar, Itam Kingking, Bahrum dan banyak lagi dan sudah meninggal dunia.

Lanjut Ok Suhemi, pada 13 malam 14 Agustus 1947 Hasby mengerahkan Lascar di Desa Simpang Dolok untuk ke Lima Puluh membongkar rel kereta api sepanjang kurang lebih 500 meter blok 8 Kelurahan Lima Puluh arah Kisaran. Siangnya sekira pukul 10.00 kereta api dari medan menuju Kisaran dengan dua kepala lewat pas ditempat terbongkar rel dan putus terbagi dua. Seketika Letnan Hasby kontak senjata dengan Belanda menggunakan senapan mesin 12,7 militiur terus memberikan perlawanan. Sebagaian dari Belanda itu memotong badan gerbong kereta api dan kembali menuju arah Medan sambil melepaskan tembakan mebabi buta.

Sibuk dan lelah meladani tentara Belanda akhirnya pasukan kemerdekaan RI sudah cukup kewalahan, dan Letnan Hasby memerintahkan Karel Sitohang untuk menyampaikan pesan agar logistik (makanan dan minuman) agar dapat sampai dilokasi pertempuran, tapi diperjalan Karel Sitohang menghembuskan napas terakhir dilokasi yang tidak jauh dari medan tempur, tiga peluru Belanda menembus punggungnya dari belakang.

“Jijen dan Kobir dari Simpang Dolok diperintah untuk membawa nasi ke Lima Puluh sekira pukul 08.30. Mereka membawa nasi dengan keranjang gandeng menggunakan sepeda. Tidak jau dari kontak senjata Jijen dan Kobir berlindung dipohon karet,”kenang Ok Suhemi lagi. Nasib sudah jadi ketentuan maha kuasa, Belanda mempunyai peralatan canggi terus melepas tembakan. Jijen dan Kobir terkena tembak dibagian kepala dan Kobir di dada.

Letnan Hasby bersama rekan yang lain melihat keduanya tergeletak dibawah pohon bersimba darah dan mayat keduanya kembali ke Simpang Dolok dimakamkan ditempat sekarang ini.

“Dulu Hasby TG ini berpangkat Letnan, namun karena waktu itu ada masalah maka, pangkat diturunkan menjadi Peltu. Ini lah kutipan sejarah perjuangan kemerdekaan RI di Simpang Dolok”, urai Ok Suhemi.(zo)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

iklan