
JAKARTA.Ersyah.com l PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) semakin memperkuat perannya di kancah industri global. Dalam ajang internasional Fastmarkets Bauxite & Alumina Conference yang digelar di Miami, Amerika Serikat, perusahaan yang tergabung dalam holding MIND ID ini memaparkan strategi besar transformasi industri aluminium nasional.
Inalum, yang telah sukses membangun ekosistem industri Indonesia, kini berfokus pada hilirisasi total dari tambang hingga produk akhir aluminium. Dengan visi menjadi pemain aluminium terintegrasi global, Inalum berkomitmen untuk berperan sebagai tulang punggung industrialisasi berkelanjutan Indonesia sesuai dengan program Asta Cita.

“Kami menargetkan untuk memproduksi 2.000 kilo ton per tahun (ktpa) alumina, 900 ktpa aluminium primer, dan 150 ktpa aluminium sekunder dalam lima tahun ke depan.”tulis Direktur Utama Inalum, Ilhamsyah Mahendra, diterima Wartawan, Senin (7/4/2025).
Target ini merupakan bagian dari komitmen Inalum untuk menjadi perusahaan aluminium yang ramah lingkungan, efisien dan mampu memenuhi kebutuhan pasar global dan domestik.
Salah satu langkah strategis yang mendukung visi ini adalah pembangunan Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah, Kalimantan Barat.
Pabrik ini diperkirakan akan mulai berproduksi pada Juli 2025 dengan kapasitas penuh satu juta ton alumina per tahun. Proyek ini diharapkan memberikan kontribusi besar bagi Indonesia menuju visi Indonesia Emas 2045.
Selain itu, Inalum juga tengah mengembangkan smelter baru berkapasitas 600 ktpa dan mengoptimalkan smelter di Kuala Tanjung. Langkah-langkah ini semakin memperkuat posisi Inalum sebagai pusat hilirisasi aluminium di Indonesia.
Dalam sesi terpisah, Direktur Pengembangan Bisnis Inalum, Melati Sarnita, berbicara mengenai pentingnya memetik pelajaran dari ekspansi industri nikel.
“Pertumbuhan yang pesat tanpa landasan keberlanjutan bisa menimbulkan risiko jangka panjang. Karena itu, industri aluminium harus mulai dengan perencanaan energi bersih dan kebijakan yang terarah sejak awal,” katanya.
Melati menegaskan pentingnya pembangunan rantai pasok aluminium yang tangguh dengan pendekatan ESG (Environmental, Social, Governance), yang siap menghadapi tantangan geopolitik serta mendukung transisi energi global. Dengan prediksi defisit aluminium global yang mencapai jutaan ton hingga 2029, Indonesia berada dalam posisi strategis untuk mengisi kekosongan tersebut.
Ekspansi produksi aluminium yang digerakkan Inalum tidak hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan domestik, namun juga untuk merambah pasar global.(red01)
