
BATUBARA.Ersyah.com l Kondisi Bendung Sungai Dalu-Dalu di Desa Sukaraja, Kecamatan Air Putih, Kabupaten Batubara, terus menjadi sorotan serius. Bendung yang baru diperbaiki tahun 2024 dengan anggaran Rp11,6 miliar dari APBD Provinsi Sumatera Utara, kini kembali rusak dan berada di ambang kegagalan fungsi. Situasi ini memunculkan pertanyaan keras soal mutu proyek, pengawasan dan tanggung jawab pelaksana.
Tim Staf Ahli Kementerian Pertanian RI, Ani dan Aris, turun langsung ke lokasi, Sabtu (13/12/2025), didampingi Bupati Batubara H. Baharuddin Siagian serta anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara, Yahdi Khoir.
Namun peninjauan lapangan justru memperlihatkan fakta mencemaskan dengan tanggul mengalami erosi parah dan hampir jebol, padahal proyek penanggulangan krisis tanggul tersebut belum genap setahun dikerjakan.
Derasnya aliran air dari Sungai Bah Bolon, wilayah kewenangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, memperparah kondisi Bendung Dalu-Dalu. Tekanan air menggerus tanggul secara masif, mengancam keselamatan warga dan keberlangsungan pertanian yang selama ini menjadi sandaran hidup masyarakat.
Ironisnya, bendung tersebut baru diperbaiki pada September 2024 melalui proyek.
Nama Proyek: Penanggulangan Tanggul Krisis Sungai Dalu-Dalu, Desa Suka Raja, Kabupaten Batubara.
Nomor Kontrak: 602/DPUPR/UPT-TB/KPA/3035/2024
Nilai Kontrak: Rp11.685.615.000
Sumber Dana: APBD Provinsi Sumatera Utara dengan Pelaksana: CV Razasa Agung.
Namun realitas di lapangan menunjukkan hasil yang jauh dari kata layak. Publik pun bertanya, bagaimana kualitas pekerjaan proyek bernilai miliaran rupiah bisa gagal dalam hitungan bulan,,?. Di mana fungsi pengawasan Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara,,? Apakah pekerjaan sudah sesuai spesifikasi teknis atau justru sarat kelalaian,,?.
Dampak yang mengintai bukan main-main. Jika tanggul jebol, sedikitnya lima desa yang terkena dampak seperti, Desa Sukaraja, Tanah Tinggi, Tanah Rendah, Sukaramai, dan Kelurahan Indrapura yang terancam.
Bahkan, sekitar 1.500 hektar lahan pertanian berpotensi rusak, termasuk 500 hektar hortikultura cabai dan 10 hektar tambak perikanan milik warga.
Sebagai langkah darurat, Pemkab Batubara terpaksa melakukan penanganan sementara dengan membersihkan material kayu, memasang cerucuk batang kelapa, serta sandbag di sepanjang tanggul. Namun langkah ini jelas bukan solusi permanen, melainkan sekadar menahan bencana agar tidak terjadi lebih cepat.
Situasi ini mendorong desakan kuat agar aparat penegak hukum melakukan audit menyeluruh terhadap proyek tersebut.
Audit teknis, audit anggaran, hingga pemeriksaan terhadap pihak pelaksana dan pengawas dinilai mendesak, demi memastikan tidak ada unsur kelalaian, penyimpangan, atau praktik koruptif yang merugikan keuangan negara dan keselamatan rakyat.
Anggota DPRD Sumut Yahdi Khoir menyatakan dukungannya terhadap upaya Pemkab Batubara, namun dukungan politik saja dinilai tidak cukup. Publik menuntut tindakan nyata, transparansi, dan akuntabilitas.
Sementara itu, Tim Staf Ahli Kementerian Pertanian RI mencatat seluruh temuan teknis sebagai bahan evaluasi di tingkat pusat.
Masyarakat berharap, peninjauan tidak berhenti sebagai laporan administratif, melainkan menjadi pintu masuk perbaikan total dan penegakan hukum bila ditemukan pelanggaran.
“Kasus Bendung Sungai Dalu-Dalu tersebut menjadi cermin buruk pengelolaan infrastruktur publik. Negara tidak boleh kalah oleh proyek bermasalah. Keselamatan rakyat dan ketahanan pangan tidak boleh dikorbankan oleh pekerjaan asal jadi,”tegas Sabri SH, warga Kabupaten Batubara.(mn/tim/red01)










